Minggu, 06 November 2011

Filled Under:

TUGAS UTS INTERAKSI DAN STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA


Nama : Nur Rahmawati Arsyad
NPM: 10601040014

1.      Jelaskan tujuan pendidikan yang pertama kali dikenalkan oleh Benjamin. S. Bloom serta proses kognitif yang diperkenalkannya!
2.      Jelaskan Karakteristik matematika sebagai ilmu yang terstruktur, dan sebutkan unsur-unsur dalam struktur matematika!
3.      Apakah definisi Aksioma, Postulat, Dalil, dam Teorema!
4.      Menurut anda apa saja masalah yang dihadapi dalam Pembelajaran matematika di sekolah, bagaimana cara menghadapinya?
5.      Jelaskan 4 tahap perkembangan kognitif dari individu menurut Piaget!
6.      Apa perbedaan antara belajar dan pembelajaran, berikan satu contoh kasus belajar dan satu contoh kasus pembelajaran!
7.      Sebutkan dan jelaskan teori belajar aliran psikologi tingkah laku!
8.      Pada sebuah sekolah kelas VII SMP dengan siswa berjumlah 30 siswa akan diajarkan tentang konsep perbandingan yang berkaitan dengan skala, jarak dan kecepatan. Sebutkan dan jelaskan metode pembelajaran yang cocok dipakai dalam kelas ini, sebutkan dan jelaskan model pembelajaran yang menarik dipakai pada kelas ini, buatlah langkah-langkah pembelajaran yang mungkin dilakukan!
9.      Menurut anda bagaimana perkembangan pembelajaran matematika disekolah, dan tantangan apa saja yang mungkin dihadapi baik dari segi input, proses, output maupun system pendidikan di Indonesia!
10.  Jelaskan Kompetensi standar yang harus dimiliki oleh seorang guru matematika, baik pedagogik, profesi, sosial, dan pribadi!

Jawaban:
1.      Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.
Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
A. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
1.      Pengetahuan (Knowledge)
yakni berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, teori dan sebagainya. Sebagai contoh, ketika diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yg berada di level ini bisa menguraikan dengan baik definisi dari kualitas, karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas minimum untuk produk, dsb.
2.      Memahami
yakni menafsirkan sesuatu, menterjemahkannya dalam bentuk lain, menyatakannya dengan kata-kata sendiri, mengambil kesimpulan berdasarkan apa yang diketahui, menduga akibat sesuatu berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, dan sebagainya.
3.      Menerapkan/ Aplikasi (Application)
yaitu menggunakan apa yang dipelajari dalam situasi baru,mentransfer. Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika diberi informasi tentang penyebab meningkatnya reject di produksi, seseorang yg berada di tingkat aplikasi akan mampu merangkum dan menggambarkan penyebab turunnya kualitas dalam bentuk fish bone diagram.
4.      Analisis (Analysis)
yaitu menguraikan suatu keseluruhan dalam bagian-bagianuntuk melihat hakikat bagian-bagiannya serta hubungan antara bagian-bagian itu. Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yg rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang akan mampu memilah-milah penyebab meningkatnya reject, membanding-bandingkan tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan menggolongkan setiap penyebab ke dalam tingkat keparahan yg ditimbulkan.
5.      Sintesis (Synthesis)
 yaitu menggabungkan bagian-bagian dan secara kreatif membentuk sesuatu yang baru. Satu tingkat di atas analisa, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yg dibutuhkan. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas mampu memberikan solusi untuk menurunkan tingkat reject di produksi berdasarkan pengamatannya terhadap semua penyebab turunnya kualitas produk.
6.      Evaluasi (Evaluation)
yakni menggunakan kriteria untuk menilai sesuatu. Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dsb dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yg ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas harus mampu menilai alternatif solusi yg sesuai untuk dijalankan berdasarkan efektivitas, urgensi, nilai manfaat, nilai ekonomis, dsb

B.     Affective Domain (Ranah Afektif), berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
C.     Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor), berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
2.      Matematika Adalah Ilmu Terstruktur. Matematika merupakan  ilmu  terstruktur  yang  terorganisasikan. Hal  ini  karena matematika dimulai  dari  unsur  yang  tidak didefinisikan,  kemudian  unsur  yang  didefinisikan  ke  aksioma  / postulat  dan  akhirnya  pada  teorema.  Konsep-konsep  amtematika  tersusun  secara  hierarkis, terstruktur,  logis,  dan  sistimatis mulai  dari  konsep  yang  paling  sederhana  sampai  pada  konsep yang paling kompleks. Oleh karena itu untuk mempelajari matematika, konsep sebelumnya yang menjadi  prasyarat,  harus  benar-benar  dikuasai  agar  dapat  memahami  topik  atau  konsep selanjutnya.
Dalam  pembelajaran  matematika  guru  seharusnya  menyiapkan  kondisi  siswanya  agar mampu menguasai konsep-konsep  yang akan dipelajari mulai dari  yang  sederhana  sampai  yang lebih kompleks. Contoh seorang siswa yang akan mempelajari sebuah volume kerucut haruslah mempelajari  mulai  dari  lingkaran,  luas  lingkaran,  bangun  ruang  dan  akhirnya  volume  kerucut. Untuk  dapat mempelajari topik volume balok, maka siswa harus mempelajari rusuk / garis, titik sudut, sudut, bidang datar persegi dan persegi panjang, luas persegi dan persegi panjang, dan akhirnya volume balok.
Struktur matematika adalah sebagai berikut :
a.       Unsur-unsur yang tidak didefinisikan 
 Misal : titik, garis, lengkungan, bidang, bilangan dll.  Unsur-unsur ini ada, tetapi kita tidak dapat mendefinisikannya.
b.       Unsur-unsur yang didefinisikan
Dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan maka terbentuk unsur-unsur yang didefinisikan. Misal  :  sudut,  persegi  panjang,  segitiga,  balok,  lengkungan  tertutup  sederhana, bilangan  ganjil, pecahan desimal, FPB dan KPK dll.
c.       Aksioma dan postulat
Dari  unsur-unsur  yang  tidak  didefinisikan  dan  unsur-unsur  yang  didefinisikan  dapat  dibuat asumsi-asumsi yang dikenal dengan aksioma atau postulat.
Misal : ~  Melalui 2 titik sembarang hanya dapat dibuat sebuah garis.
                ~  Semua sudut siku-siku satu dengan lainnya sama besar.
~   Melalui sebuah titik hanya dapat dibuat sebuah garis yang tegak lurus ke     sebuah garis yang lain.
~  Sebuah segitiga tumpul hanya mempunyai sebuah sudut yang lebih besar dari 900
Aksioma  tidak  perlu  dibuktikan  kebenarannya  tetapi  dapat  diterima kebenarannya  berdasarkan pemikiran yang logis.
d.      Dalil atau Teorema
Dari  unsur-unsur  yangtidak  didefinisikan  dan  aksioma maka  disusun  teorema-teorema  atau dalil-dalil yang kebenarannya harus dibuktikan dengan cara deduktif.
 Misal : ~ Jumlah 2 bilangan ganjil adalah genap
 ~ Jumlah ketiga sudut pada sebuah segitiga sama dengan 1800
~ Jumlah kuadrat sisi siku-siku pada sebuah segitiga siku-siku sama dengan   kuadrat sisi miringnya.

3.      a . Definisi Aksioma
Kata aksioma berasal dari Bahasa Yunani αξιωμα (axioma), yang berarti dianggap berharga atau sesuai atau dianggap terbukti dengan sendirinya. Kata ini berasal dari αξιοειν (axioein), yang berarti dianggap berharga, yang kemudian berasal dari αξιος (axios), yang berarti berharga. Di antara banyak filsuf Yunani, suatu aksioma adalah suatu pernyataan yang bisa dilihat kebenarannya tanpa perlu adanya bukti.

Kata aksioma juga dimengerti dalam matematika. Akan tetapi, aksioma dalam matematika bukan berarti proposisi yang terbukti dengan sendirinya. Melainkan, suatu titik awal dari sistem logika. Misalnya, 1+1=2. Nama lain dari aksioma adalah postulat. Suatu aksioma adalah basis dari sistem logika formal yang bersama-sama dengan aturan inferensi mendefinisikan logika.
b.      Dalil
Dalil, (kaidah atau teorema) adalah kebenaran yang diturunkan dari aksioma, sehingga kebenarannya perlu dibuktikan terlebih dahulu. keterangan yg dijadikan bukti atau alasan suatu kebenaran (terutama berdasarkan ayat Alquran); 2 patokan dl matematika dsb: salah satu -- segitiga sama sisi adalah bahwa ketiga sudutnya sama besar; 3 pendapat yg dikemukakan dan dipertahankan sbg suatu kebenaran: ia tidak dapat mempertahankan -- nya yg dikemukakan pd rapat itu; 4 tanda; penunjukan; alhayat tanda hidup (surat yg dikirimkan untuk memberi kabar);
ber·da·lil v 1 beralasan; berketerangan;  menafsirkan (Alquran);
men·da·lil·kan v mengajukan dalil; mempertahankan pendapat dng alasan: pihak oposisi ~ bantahannya
c.       postulat adalah asumsi yg menjadi pangkal dalil yang dianggap benar tanpa perlu membuktikannya; anggapan dasar; aksioma. Postulat adalah pernyataan yang dibuat untuk mendukung sebuah teori tanpa dapat dibuktikan kebenarannya. Contohnya adalah postulat Einstein dalam relativitas khusus tentang kecepatan cahaya. Seperti telah dijelaskan bahwa postulat atau patokan pikir itu adalah “suatu keterangan yang benar”, yang kebenarannya itu dapat diterima tanpa harus diuji atau dibuktikan lebih lanjut, digunakan untuk menurunkan keterangan lain sebagai landasan awal untuk menarik suatu kesimpulan.
d.      Teorema adalah pernyataan hubungan definisi dengan definisi lainnya. Contoh: Teorema Pythagoras menyatakan hubungan ketiga sisi segitika siku-siku, Teorema Langrange menyatakan hubungan grup hingga dengan subgrup-nya.
Bagaimana memahami suatu teorema. Belajar begaimana membuat teorema baru dari asumsi-asumsi yang telah diketahui. Belajar melihat hubungan definisi dengan definisi lainnya sehingga bisa ditarik suatu teorema.

4.      Masalah yang dihadapi dalam Pembelajaran matematika di sekolah yaitu
a.       Terkadang gurunya yang menjelaskan begitu singkat, dan cepat serta tanpa adanya memberikan konsep terlebih dahulu.
b.      Kesulitan peserta didik mengerti atau memahami pelajaran matematika dikarenakan ada guru yang lebih terfokus pada siswa/i yang pintar saja atau bahkan yang duduk didepan saja. Sedangkan siswa/i yang kurang pintar tidak terlalu difokuskannya atau yang duduk di belakang.
c.       Guru yang bertugas sebagai pengelola pembelajaran  seringkali belum mampu menyampaikan materi pelajaran kepada siswa secara bermakna, serta penyampaiannya juga terkesan  monoton tanpa memperhatikan potensi dan kreativitas siswa sehingga siswa merasa bosan karena siswa hanya dianggap sebagai botol kosong yang siap diisi dengan materi pelajaran.
Cara menghadapi masalah Pembelajaran Matematika di sekolah
a.       Dalam pembelajaran matematika guru harus menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi dan disesuaikan dengan kondisi siswa sehingga siswa lebih memahami materi yang disampaikan dan siswa lebih berkesan dengan pembelajaran yang telah disampaikan serta siswa akan lebih mengingat dan tidak mudah melupakan hal- hal yang dipelajarinya.
b.      Guru harus memperhatikan siswanya harus memiliki kemampuan  untuk mencerna konsep/bahan pelajaran yang dipelajari.
c.       Memberikan siswa motivasi belajar
d.      Mengadakan bimbingan dari guru agar tidak cepat putus asa dalam proses penemuan suatu konsep dan memanipulasi konsep tersebut sebagai aplikasinya.
e.       Mengajarkan konsep hendaknya dengan terkait dengan bagian-bagian relevan , tidak berdiri sendiri.
f.       Mengajarkan konsep harus menyangkutkan dengan konsep yang lain yang mendasari yang tingkatnya lebih rendah, belajar konsep menurut hierarki.
5.      Teori Perkembangan Piaget
Jean Piaget, merancang model yang mendeskripsikan bagaimana manusia memahami dunianya dengan mengumpulkan dan mengorganisasikan informasi. Menurut Piaget seperti yang dikutip Woolfolk (2009) perkembangan kognitif dipengaruhi oleh  maturasi (kematangan), aktivitas dan transmisi sosial. Maturasi atau kematangan berkaitan dengan perubahan biologis yang terprogram secara genetik. Aktivitas berkaitan dengan kemampuan untuk menangani lingkungan dan belajar darinya. Transmisi sosial berkaitan dengan interaksi dengan orang-orang di sekitar dan belajar darinya.
Tahap – tahap Perkembangan
Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia :
1. Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
2. Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
3. Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
4. Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
1. Periode sensorimotor
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode.
    Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial / persepsi penting dalam enam sub-tahapan :
a. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu  dan berhubungan terutama dengan refleks.
b. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan- kebiasaan.
c. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
d. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
e. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
f. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.
2. Tahapan praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.

3. Tahapan operasional konkrit
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai.
Proses-proses penting selama tahapan operasional konkrit adalah :
a. Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
b. Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
c. Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
d. Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
e. Konservasi — memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
f. Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.

4.Tahapan operasi onalformal
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi abu-abu” di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
6.      Belajar merupakan rangkaian  kegiatan  atau  aktivi tas  yang  dilakukan  secara  sadar  dan Perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Proses mencari, memahami, menganalisis suatu keadaan sehingga terjadi perubahan perilaku, dan perubahan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai hasil belajar . Siswa adalah penentu terjadi atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi karena siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa adalah keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia atau hal-hal yang akan dijadikan bahan belajar. Contohnya pada dasarnya prinsip  belajar  lebih di titik beratkan pada aktivitas peserta didik  yang menjadi  dasar  proses  pembelajaran  baik  di jenjang  Sekolah Dasar  (SD),  Sekolah Lanjutan  Tingkat  Pertama  (SLTP),  Sekolah  lanjutan  Tingkat  Atas  (SLTA)  maupun Tingkat Perguruan Tinggi .
Sedangkan Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu  lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik  agar  dapat  terjadi  proses  pemerolehan  i lmu  dan  pengetahuan ,  penguasaan kemahi ran  dan  tabiat ,  serta  pembentukan  sikap  dan  kepercayaan  pada  peserta  didik. Dengan kata  lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami  sepanjang hayat seorang manusia serta dapat  berlaku  di  manapun  dan  kapanpun. Contohnya, terjadinya pembelajaran di kelas dimana guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai  isi pelajaran hingga  mencapai  sesuatu  objekti f  yang  ditentukan  (aspek  kognitif),  juga  dapat mempengaruhi  perubahan  sikap  (aspek afekti f), serta  keterampi lan  (aspek  psikomotor) seseorang peserta didik.
7.      Aliran Psikologi Tingkah Laku
Sebelum membahas psikologi tingkah laku alangkah lebih baik jika kita lebih dahulu membahas  tentang psikologi belajar mengajar,yang sifatnya masih umum.
a.      Teori Thorndike
Edward l. Thorndike (1874-1949) mengemukan beberapa hukum belajar yang dikenal dengan sebutan law of effect. Menurut  hukum ini belajar akan lebih berhasil bila respon murid terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan. Teori belajar stimulus respon yang dikemukakan oleh thorndike ini disebut juga koneksionisme,teori ini mengatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Terdapat beberapa dalil:
1.      Hukum Kesiapan (Law Of Readiness)
Yaitu menerangkan bagaimana kesiapan seorang anak dalam melakukan suatu kegiatan.
2.      Hukum Latihan (Law Of Exercise) dan Hukum Akibat (Law Of Effect).
Hukum latihan menyatakan bahwa jika hubungan stimulus respon sering terjadi, akibatnya hubungan akan semakian kuat. Sedangkan makin jarang hubungan stimulus respon dipergunakan maka makin lemahnya hubungan yang terjadi.
Dalam hukum akibat ini dapat disimpulkan bahwa kepuasan yang terlahir dari adanya ganjaran dari guru akan memberikan kepuasan bagi anak, dan anak cenderung untuk berusaha melakukan atau meningkatkan apa yang telah dicapainya itu
b.      Teori Skinner
Dalam bagian ini akan diuraikan teori belajar menurut skinner. Burhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar. Penguatan dapat dianggap sebagai stimulus positif, jika penguatan tersebut seiring dengan meningkatnya perilaku anak dalam melakukan pengulangan perilakunya itu. Untuk mengubah tingkah laku anak dari negatif menjadi positif, guru perlu mengetahui psikologi yang dapat digunakan untuk memperkirakan dan mengendalikan tingkah laku anak. Skinner menambahkan bahwa jika respon siswa baik ( menunjang efektivitas pencapaian tujuan) harus segera diberikan penguatan positif agar respon tersebut lebih baik lagi, atau minimal perbuatan baik itu dipertahankan.
c.       Teori Ausubel
Teori ini terkenal dengan belajar bermaknanya dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Ia membedakan belajar menemukan dengan belajar menerima, jadi tinggal menghafalnya. Tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan oleh siswa, jadi tidak menerima pelajaran begitu saja. Selain itu untuk dapat membedakan antara belajar menghafal dengan belajar bermakna.
Pada belajar menghafal, siswa menghafal materi yang sudah diterimanya, tetapi pada belajar bermakna materi yang diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajar lebih dimengerti. Selanjutnya bahwa Ausubel mengemukan bahwa metode ekspositori adalah metode mengajar yang baik dan bermakna. Hal ini dikemukan berdasarkan hasil penelitiannya. Belajar menerima maupun menemukan sama-sama dapat berupa belajar menghafal atau bermakna.
Misalnya dalam mempelajari konsep Pitagoras tentang segitiga siku-siku, mungkin bentuk akhir c2= b2+a2 sudah disajikan, tetapi jika siswa memahami rumus itu selalu dikaitkan dengan sisi-sisi sebuah segitiga siku-siku akan lebih bermakna.
d.      Teori Gagne
Menurut Gagne dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh langsung oleh siswa, yaitu objek langsung dan objek tidak langsung. Objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika dan tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek lansung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan aturan.
e.       Teori Pavlov
Pavlof terkenal dengan teori belajar klasik. Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan atau conditioning. Dalalm hubugannya dalam kegiatan belajar mengajar agar siswa belajar dengan baik maka harus dibiasakan. Misalnya, agar siswa mengerjakan soal peekerjaan rumah dengan baik, biasakanlah dengan memeriksanya, menjelaskannya, atau memberi nilai terhadap hasil pekerjaannya.
f.       Teori Baruda
Baruda mengemukakan bahwa siswa belajar itu melalui meniru. Pengertian meniru di sini bukan berarti menyontek, tetapi meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain, terutama guru. Jika tulisan guru baik, guru berbicara sopan santun, tingkah laku yang terpuji, menerangkan dengan jelas dan sistematis, maka siswa akan menirunya.  Jika contoh yang dilihat kurang baik maka ia pun akan menirunya.
g.      Aliran Latihan Mental
Aliran ini berkembang sampai dengan abad 20, yang mengemukakan bahwa struktur otak manusia terdiri atas gumpalan-gumapalan otot, agar ini kuat, maka harus dilatih dengan beban, makin banyak latihan dan beban yang makin berat,maka otot atau otak itu makin kuat pula, oleh karna itu jika anak atau siswa ingin pandai, maka ia harus dilatih otaknya dengan cara banyak berlatih memahami dan mengerjakan soal-soal yang benar, makin sukar materi itu makin pandai pula anak tersebut.
Struktur kurikulum pada masa itu berisikan materi-materi pelajaran yang sulit, sehingga orang sedikit yang bersekolah karna tidak kuat untuk mengikutinya. Disamping faktor lain seperti keturunan, biaya, dan kesadaran akan pentingya sekolah.






0 komentar:

Posting Komentar


welcome

Dynamic Glitter Text Generator at TextSpace.net

Copyright @ 2013 Di atas Ridho-Nya.